Jumat, 20 Mei 2011


BAB I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Mode pada hakikatnya adalah segenap cita, rasa dan karsa yang diapresiasikan oleh masyarakat. Berpenampilan trendi, keren, modis dan gaul adalah stereotip yang melekat pada remaja masa kini. Hal ini membuat sebagian besar masyarakat berkecenderungan untuk selalu mengikuti perkembangan zaman (trend) itulah realitas sosial yang sedang dialami oleh para remaja.
Mode atau gaya berpenampilan pada saat ini khususnya yang menyangkut pakaian atau busana semakin berkembang sangat pesat mengikuti perkembangan  atau kemajuan zaman. Dalam mode terdapat penampakan visualnya pada setiap penampilan yang kemudian dapat diwujudkan melalui pengambilan nilai-nilai yang berasal dari trend mode remaja.
Perkembangan mode inilah sangat berpengaruh pada setiap aspek-aspek yang ada terutama menyangkut aspek agama. Mengapa demikian?. Karena penampilan merupakan suatu cermin kepribadian pada setiap diri kita, Selain itu juga merupakan gaya hidup yang melekat pada diri kita. Sekarang ini banyak macam-macam Mode berpenampilan yang kebanyakan dipromosikan pada majalah-majalah seperti: majalah Gadis, Aneka Yess dan Cosmo Girl, adapun yang dipromosikan lewat internet. Hal ini membuat kita semakin mudah untuk mencari, memilih, memesan dan membeli sesuai dengan apa yang kita inginkan.
Dengan adanya mode para remaja masa kini semakin “berani” dalam memperlihatkan siapa diri mereka dan mengekspresikannya secara bebas. Pergaulan, lingkungan dan terpaan media membuat mereka lebih percaya diri menunjukkan jati dirinya. Pengidentifikasian trend mode remaja dalam produk-produk yang diiklankan semakin membuat para remaja terlena dalam kebebasan berekspresi yang kadang keluar dari batas. Nilai kesempurnaan, kemewahan, keindahan, kepraktisan, kemudahan dan kemapanan dijadikan sebuah tolok ukur untuk mencapai status yang tinggi dalam pergaulan mereka. Mode selalu berubah, berputar dan berkembang sesuai dengan kemajuan zaman dan peradaban sebuah bangsa, namun itu semua akan kembali kepada para individu pelakunya untuk mengikuti trend tersebut atau tidak. Sebuah produk akan selalu mengikuti perputaran itu juga demi menjalankan ideologi pasarnya.

1.2 Permasalahan
            Dalam memenuhi tugas yang diberikan oleh guru pembimbing, terdapat berbagai permasalahan dalam materi yang dibahas. Diantaranya sebagai berikut :
1.    Bagaimana cara mengatasi perkembangan mode berpenampilan saat ini sehingga dapat diterima dalam semua aspek yang ada?
2.    Bagaimana cara mengantisipasi agar perkembangan mode terutama pada era saat ini disa terkontrol dari pengaruh hegemoni produsen?
3.    Kenapa dengan berkembangnya zaman variasi mode atau trend baju semakin bagus tetapi dalam aspek agama (moral) tidak sesuai?

1.3 Tujuan dan manfaat
1.3.1 Tujuan
Tujuan dalam pencarian data untuk penyusunan makalah ini adalah untuk mempelajari dan memahami dampak dari cara berpenampilan yang telah dipengaruhi oleh budaya barat, kemudian diharapkan akan dapat menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
1.3.2 Manfaat
Dalam pengerjaan makalah ini merupakan media belajar untuk lebih memahami tentang mode berpenampilan pada era modern. Penulis juga akan lebih mengerti seluk beluk dari topik yang sedang dibahas. Dan dalam tata cara berpenampilan ini memberikan pelajaran bagi penulis untuk mengembangkan potensi tata cara berpenampilan dalam adat budaya indonesia.  


BAB II, DESKRIPSI MODE
3.1 Deskripsi mode
Mode atau Fashion adalah gaya  berpenampilan terutama berpakaian yang sangat populer dalam suatu budaya. Gaya atau model pakaian dapat berubah dengan cepat seiring berkembangnya zaman. Arti dari kata fashion itu sendiri memiliki banyak sisi. Fashion dapat di definisikan sebagai gaya yang di terima dan digunakan oleh mayoritas anggota sebuah kelompok dalam satuan waktu tertentu. Dari definisi tersebut dapat terlihat bahwa fashion erat kaitannya dengan gaya yang digemari, kepribadian seseorang, dan rentang waktu.
Istilah gaya dan desain perlu dijelaskan agar  tidak sama dengan fashion. Gaya (style) adalah sebuah karakteristik dalam mempresentasikan sesuatu. Dalam lingkup pakaian, gaya adalah karakteristik penampilan bahan pakaian, kombinasi fitur-fiturnya yang membuat berbeda dengan pakaian lain.


BAB III, HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Konsep Mode Berpakaian Segi Agama
Pakaian adalah cermin kepribadian. Begitu pandangan kaum bijak. Itulah arti penting pakaian dalam konteksnya sebagai gaya hidup atau lifestyle. Pakaian tak hanya berfungsi secara ragawi belaka, semisal melindungi dan menjaga kesehatan tubuh, atau sekedar untuk tampil menarik dan keren, tapi ia juga punya fungsi lain di luar urusan raga.
Dalam konsepsi Islam, dimensi non-ragawi pakaian meliputi 4 hal utama. Yakni, dimensi ketuhanan (teologis), kcmanusiaan (humanis), sebagai simbol dan ciri sosial (sosiologis), dan penghargaan terhadap perasaan (psikologis). Inilah yang disebut "konstruksi nilai". Bahwa pakaian dalam konteksnya sebagai gaya hidup merupakan dampak dari serapan nilai-nilai seperti keyakinan, moralitas, budaya, etika dan etiket tertentu yang mengkristal dalam penampilan dan sikap.
Sebaliknya, melatih dan membiasakan diri dengan gaya berbusana tertentu, mesti tidak bersifat serta merta dan niscaya, bisa juga berdampak pada pembentukan jati diri yang khas, persis seperti yang dicitrakan dan diamanatkan oleh nilai-nilai yang melingkupi gaya busana itu sendiri. Inilah yang disebut dampak timbal balik dari proses konstruksi nilai di atas.
3.2 Perkembangan Fashion Era Modern
Perkembangan ini tidak hanya meliputi perubahan orientasi dalam gaya berpakaian, tapi juga norma dan adat-adat yang nantinya akan membentuk sebuah budaya yang berujung pada peradaban. Terutama pertentangan antara budaya Timur dan Barat merupakan faktor yang menarik untuk dijadikan bahasa mengenai hegemoni dalam fenomena ini.
Fenomena ini menjadi komoditas di era modern seperti sekarang, ditambah peran media yang ikut menyebarkan virus kapitalis, menyuburkan hal ini. Banyak media yang menghususkan diri membahas perkembangan fashion juga gaya hidup. Kemunculan media seperti ini membuat masyarakat menganggap wajar akan adanya kesadaran mereka dalam cara berpakaian. Kewajaran yang terbentuk, baik di alam bawah sadar maupun secara sadar, merupakan bukti kekuatan hegemoni yang dibangun oleh produsen-produsen merek pakaian ternama dunia.
Makalah ini menjelaskan tentang pola pikir masyarakat sekarang akan pentingnya cara berpakaian yang dibentuk oleh pemegang modal merek-merek pakaian ternama dunia melalui media dan menjadikan fenomena ini sebagai komoditas yang semakin pesat perkembangannya.
Konsep hegemoni digunakan untuk menganalisis pergeseran pola pikir, norma, dan adat masyarakat tentang cara berpakaian dewasa ini. Sementara itu, tindakan yang dilakukan masyarakat untuk menjaga dan memperbesar pengaruh perubahan ini dapat dijelaskan melalui habitus.

3.3 Tren Pakaian dalam Kehidupan Sosial
Hegemoni adalah seperangkat ide-ide sebagai alat yang digunakan oleh kelompok dominan untuk memperjuangkan kepentingan kelompok dalam kepemimpinan mereka. Sebuah kelas dikatakan telah berhasil, jika ia berhasil mempengaruhi kelas masyarakat yang lain untuk menerima nilai-nilai moral, politis dan kultural. Konsep ini mengasumsikan sebuah konsen sederhana oleh mayoritas populasi untuk arah tertentu yang diusulkan oleh mereka dengan kekuatan. Bagaimanapun juga konsen ini tidak selalu aman dan damai, malahan dapat mengkombinasikan kekuatan psikis atau koersi dengan pancingan atau dorongan intelektual, moral dan kultural. sebuah alam budaya dimana ideologi dominan dipraktekkan dan tersebar.
Sebagai contoh, ketika saya meluangkan waktu di PVJ. Tidak sedikit wanita, baik yang masih remaja, dewasa, maupun tua tanpa malu-malu menggunakan busana-busana minim berseliweran di sekitar saya. Dalam pengamatan saya, wanita-wanita yang masih berpenampilan, yang menurut saya, biasa saja merasa gaya ketika berpapasan atau pun berdampingan dengan wanita yang menggunakan busana minim tersebut.
Wanita berbusana minim itu dapat saya katakan adalah masyarakat yang terhegemoni dan ikut pula menghegemoni masyrakat lainnya. Sistem ini begitu kompleks sehingga secara kasat mata kita tidak akan bisa menilai singgungan-singgunan yang terjadi di kehidupan sosial tanpa menyelaminya lebih dalam.
Habitus atau kebiasaan yang diciptakan oleh masyarakat terhegemoni yang mengkalim diri modern setelah mengenakan produk-produk produsen pakaian terkemuka dunia itu, membuat pola pikir wanita lain merasa perlu untuk meniru mereka dan menciptakan habitus baru dalam diri mereka walaupun sebenarnya tren tersebut bertentangan dengan prinsip Timur yang mereka anut sebagai orang Indonesia.
Begitu kuatnya hegemoni yang diciptakan oleh produsen-produsen pakaian terkemuka dunia terutama di kota-kota besar, melalui media. Dapat membentuk habitus yang terus memelihara bahkan memperbesar hegemoni yang tercipta. Ketika masyarakat sudah dibentuk habitusnya dengan hegemoni itu, dapat kita teruskan analisis pada naiknya jumlah penjualan produk-produk yang ada di media-media itu. Begitu pula media yang bersangkutan.
Hegemoni Secara langsung akan meningkatkan akumulasi modal perusahaan pakaian tadi. Media juga dapat ikut meningkatkan akumulasi modal karena dinilai masyakarat sebagai tolak ukur terpercaya dalam melihat trend. Karena kebutuhan akan informasi ini, media ikut-ikutan ‘ludes’ dikonsumsi masyarakat. Kapitalisme yang dibentuk dua perusahaan ‘beda dunia’ ini sulit untuk dibendung apalagi disadari oleh masyakarat. Semua sudah dianggap wajar atau biasa saja.
Habitus yang dibentuk oleh hegemoni sendiri, menjadi lebih kompleks ketika menajamah dunia sosial. Pola pikir dan orientasi gaya hidup masyarakat, terutama dalam berpakaian lama-kelamaan membuat jarak sosial antar masyarakat. Seorang yang dianggap tidak mengikuti tren, akan dikucilkan dan dianggap aneh. Jurang pemisah ini lama-kelamaan akan bedampak negatif bagi perkembangan sosial masyarakat.
Walau begitu, tidak semua orang merasa harus mengikuti tren yang sudah diciptakan oleh sistem kapitalis ini. Sebagian orang masih ada yang bisa bertahan, masyarakat ini dapat disebut masyakarat tidak terhegemoni. Pertentangan antara kedua kubu ini, akan membentuk sebuah habitus baru dan menjadi celah dalam hegemoni perusahaan pakaian dan media yang dapat mengancam kekuasaan mereka atas orang-orang terhegemoni.
Menurut Gramsci, untuk mengontrol hegemoni diperlukan kekuatan langsung dan asimilasi, Kontrol koersif dan kontrol konsesual. Kontrol koersif dalam hal ini adalah pengaruh yang terus menerus diberikan oleh perusahaan pakaian itu melalui media ke masyarakat. Sedangkan kontrol konsesual adalah ketika masyarakat terhegemoni membentuk pola pikir masyrakat lain dan menghegemoni mereka, hingga menganggap hal itu biasa.

BAB IV, PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Demikian makalah kami ini kami buat sebagai bahan ajuan untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia ini agar dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan suatu apapun. Serta agar tugas ini dapat terlaksana dan dan diterima.

4.2 saran

DAFTAR PUSTAKA
Savitrie,Dian.2008.Pola Perilaku Pembelian.Jakarta:FE UI

0 komentar:

Posting Komentar