Rabu, 13 November 2013





ANALISA VITAMIN C














Oleh :
Faruq Fajar Sulthon           (121710101117)
Bayu Octavian Prasetya    (121710101118)












TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Vitamin adalah suatu senyawa organik yang terdapat di dalam makanan dalam jumlah yang sedikit, dan dibutuhkan dalam jumlah yang besar untuk fungsi metabolisme yang normal. Vitamin dapat larut di dalam air dan lemak. Vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E, dan K, dan yang larut dalam air adalah vitamin B dan C (Dorland, 2006).
Vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil dari semua vitamin dan mudah rusak selama pemrosesan dan penyimpanan. Laju perusakan meningkat karena kerja logam, terutama tembaga dan besi, dan juga oleh kerja enzim. Pendedahan oksigen, pemanasan yang terlalu lama dengan adanya oksigen, dan pendedahan terhadap cahaya semuanya merusak kandungan vitamin C makanan. Enzim yang mengandung tembaga atau besi dalam gugus prostetiknya merupakan katalis yang efisien untuk penguraian asam askorbat.  Asam L-askorbat (vitamin C) adalah lakton (ester dalam asam hidroksikarboksilat) dan diberi ciri oleh gugus enadiol, yang menjadikannya senyawa pereduksi yang kuat (Deman, 1997).
Berbagai macam analisis dilakukan untuk mengetahui kadar vitamin C. Penelitian dengan menggunakan metode spektrofotometri dilakukan pada tahun 1966 sampai dengan tahun 1967. Pada spektrofotometri, sample (vitamin C) diletakkan pada kuvet yang disinari oleh gelombang yang memiliki panjang gelombang yang mampu diserap oleh molekul asam askorbat (Helrich, 1990).
Analisis Vitamin C juga dilakukan dengan metode titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol) yang dimulai pada tahun 1964 dan berakhir pada tahun 1966. Pada titrasi ini, persiapan sampel ditambahkan asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga mencegah logam katalis lain mengoksidasi vitamin C (Helrich, 1990).
Metode spektrofotometri dan titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol) jarang dilakukan karena memerlukan biaya yang mahal, titrasi lain yang dapat dilakukan adalah titrasi Iodium. Metode ini paling banyak digunakan, karena murah, dan tidak memerlukan peralatan laboratorium yang canggih. Titrasi ini memakai Iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum sebagai indikatornya. Kekurangan dari metode ini yaitu ketidakakuratan nilai yang diperoleh karena vitamin C dapat dipengaruhi oleh zat lain (Wijanarko, 2002).
Titrasi Iodium adalah salah satu metode analisis yang dapat digunakan dalam menghitung kadar Vitamin C. Dimana, suatu larutan vitamin C (asam askorbat) sebagai reduktor dioksidasi oleh Iodium, sesudah vitamin C dalam sampel habis teroksidasi, kelebihan Iodium akan segera terdeteksi oleh kelebihan amilum yang dalam suasana basa berwarna biru muda. Kadar vitamin C dapat diketahui dengan perhitungan 1ml 0,01 N larutan Iodium = 0,88 mg asam askorbat (Wijanarko , 2002).
Terdapat beberapa metode untuk mengetahui kadar vitamin C pada suatu bahan pangan. Diantaranya adalah metode titrasi dan metode spektrofotometri. Metode titrasi dapat terdiri dari metode titrasi iodium, Metode Titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol), dan Titrasi Asam-Basa.
a.         Iodium
Metode ini paling banyak digunakan, karena murah, sederhana, dan tidak memerlukan peralatan laboratorium yang canggih. titrasi ini memakai Iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum sebagai indikatornya (Wijanarko, 2002).
b.         Metode Titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol)
Metode ini menggunakan 2,6 D dan menghasilkan hasil yang lebih spesifik dari titrasi yodium. Pada titrasi ini, persiapan sampel ditambahkan asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga mencegah logam katalis lain mengoksidasi vitamin C. Namun, metode ini jarang dilakukan karena harga dari larutan 2,6 dan asam metafosfat sangat mahal (Wijanarko, 2002).
c.         Titrasi Asam-Basa
Titrasi Asam Basa merupakan contoh analisis volumetri, yaitu, suatu cara atau metode, yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari perangkat gelas yang disebut buret. Bila larutan yang diuji bersifat basa maka titran harus bersifat asam dan sebaliknya. Untuk menghitungnya kadar vitamin C dari metode ini adalah dengan mol NaOH = mol asam Askorbat (Sastrohamidjojo,2005).
Untuk metode spektrofotometri larutan sampel (vitamin C) diletakkan pada sebuah kuvet yang disinari oleh cahaya UV dengan panjang gelombang yang sama dengan molekul pada vitamin C yaitu 269 nm. Analisis menggunakan metode ini memiliki hasil yang akurat. Karena alasan biaya, metode ini jarang digunakan (Sudarmaji, 2007).

1.2              Tujuan
·         Mengetahui prosedur metode titrasi iodin
·         Mengetahui reaksi yang terjadi dan banyaknya kandungan vitamin C pada bahan

























BAB 2. BAHAN DAN PROSEDUR ANALISA
2.1       Alat dan Bahan
2.1.1    Alat
·         Neraca Analitik
·         Spatula Kaca
·         Beaker Glass
·         Spatula Besi
·         Botol Sentrifuge
·         Stirer
·         Labu Takar 100 ml
·         Biuret
·         Pipet Volum
·         Corong
·         Pisau
·         Sentrifuge
2.1.2    Bahan
·           5 Buah Jeruk
·           Tissue
·           Label
·           Aquades
·           Kertas Saring
·           Iodin
·           Larutan Pati
2.1.3    Pembuatan Reagen Iodin
Pembuatan larutan standar iodium 0.1 N. Pertama timbang 2,5 g kristal KI (kalium iodida) kemudian larutkan  dalam 25 ml aquades. Selanjutnya timbang 12,7 g kristal I2 (iodin) dan masukkan dalam larutan KI sedikit demi sedikit hingga semuanya larut (dimasukkan dalam botol tertutup dan dikocok). Setelah iodin larut pada larutan KI, tera menggunakan aquadest sampai 1000 ml pada labu ukur. Untuk mendapatkan iodin dengan konsentrasi 0,01 N dilakukan dengan pengenceran larutan iodin 0,1 N yaitu dengan mengambil 0,1 ml dari 100ml iodin 0,1 N dan ditera kedalam 100 ml.
2.3       Prosedur Analisa

200-300 gram sampel
Blender hingga terbentuk bubur
Ambil 10-30 gram
Stirer 10-15 menit
+ 50 ml aquades
Disaring pada labu takar 100 ml
Ambil 25 ml
+ 2 ml larutan pati
Titrasi dengan iodium 0,01 N
Sentrifus 10 menit






BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1       Hasil Analisa
Sampel   : Jeruk
Ulangan
Berat Botol
Berat Sampel
Beaker + Sampel
Sampel
Skala Awal
Skala Akhir
ml titrasi
1
71,924
19,1
91,0249
Pengulangan 1
3,6
5,8
2,2
Pengulangan 2
5,8
8,2
2,4
Pengulangan 3
8,2
10,7
2,5
2
67,173
20,0
87,112
Pengulangan 1
10,7
12,6
1,9
Pengulangan 2
12,5
15,2
2,7
Pengulangan 3
15,2
18,1
2,9

Ø  Perhitungan Kadar Vitamin C =
Ø  Keterangan:     N = Normalitas Iodium = 0,01 N
                                    FP = Faktor Pengali =  = 2
Sampel  Ulangan1
Kadar Vitamin C =  =  = 81,089 mg/100 gr
Kadar Vitamin C =  =  = 88,460 mg/100 gr
Kadar Vitamin C =  =  = 92,146 mg/100 gr
Rata-rata =  =  = 87,231
SD =
SD  =
         =
         =
         =
         = 5,629
RSD =  =  = 6,45%

Sampel  Ulangan 2
Kadar Vitamin C =  =  = 66,88 mg/100 gr
Kadar Vitamin C =  =  = 95,04 mg/100 gr
Kadar Vitamin C =  =  = 102,08 mg/100 gr
Rata-rata =  =  = 88
SD =
SD  =
         =
         =
         =
         = 18,626
RSD =  =  = 21,165%

3.2       Fungsi Perlakuan
Langkah awal dalam persiapan bahan yaitu memeras 5 buah jeruk agar cairannya keluar untuk memudahkan analisis. Kemudian timbang masing-masing 20 ml pada 2 beaker glass. Fungsi dari penimbangan 2 beaker glass adalah sebagai pengulangan agar dapat dibandingkan antara sampel pengulangan pertama dengan pengulangan kedua untuk melihat akurasinya. Tambahkan 50 ml aquades pada masing-masing beake glass. Tujuan penambahan aquades adalah untuk mengekstrak Vitamin C pada larutan jeruk. Setelah itu masukkan larutan jeruk dengan aquades tersebut kedalam botol stirrer kemudian di stirrer selama 10-15 menit. Stirer bertujuan untuk mengoptimalkan proses ekstraksi dan agar homogen. Setelah itu di sentrifus 10 menit, sentrifus bertujuan untuk memisahkan partikel yang kecil dan besar atau padatan sehingga partikel yang besar nantinya akan mengendap dan partikel yang kecil akan disaring. Selanjutnya dilakukan penyaringan untuk memisahkan padatan yang masih tertinggal.
Ambil sampel yang sudah disaring pada masing-masing pengulangan sebanyak 25 ml kedalam 3  labu takar. Tambahkan 2 ml larutan pati ke dalam labu takar. Penambahan larutan pati yaitu sebagai indikator dalam titik akhir titrasi. Langkah terakhir yaitu titrasi dengan iodin 0,01 N tujuannya agar Vitamin C bereaksi dengan iodin, ketika Vitamin C yang berikatan dengan iodin habis maka iodin akan berikatan dengan pati dan membentuk warna ungu. Warna ungu menandakan titik titrasi.
3.3       Pembahasan
Percobaan penetapan kadar vitamin C pada praktikum kali ini dengan menggunakan sampel buah yang mengandung vitamin C yaitu jeruk yang diperas airnya. Fungsi larutan standart yodium ialah pereaksi untuk memperlihatkan jumlah vitamin C yang terdapat dalam sampel menjadi senyawa dehidro askorbat sehingga akan berwarna biru tua karena pereaksi yang berlebih. Fungsi amylum ialah untuk meningkatkan kecepatan percobaan (sebagai indikator). Reaksi ini disebut reaksi IODIMETRI karena terjadi perubahan dari tidak berwarna (bening) menjadi berwarna biru tua, sedangkan reaksi IODOMETRI adalah kebalikannya. Jeruk pada umumnya mengandung 50 mg vitamin C dalam 100 gr bahan.
Proses pengujian untuk sample jeruk dilakukan hanya dengan 1 kali pengenceran yaitu dengan 50 mL aquades, dan dilakukan 6 kali pengujian sehingga saat praktikum dilakukan 6 kali titrasi. Hal tersebut dilakukan agar apabila pada pengujian pertama titran yang di hasilkan terlalu banyak atau sedikit masih ada sampel cadangan untuk memperoleh data pengamatan yang akurat. Setelah dilakukan proses strirer dan sentrifus selanjutnya sample dipipet sebanyak 25 mL dan dimasukan dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 2 mL amilum/larutan pati sebagai indikator, setelah itu dititrasi dengan menggunakan Iodium 0,01 N.
Proses titrasi dilakukan sampai larutan dalam erlenmeyer berubah warna menjadi biru, warna biru yang dihasilkan merupakan iod-amilum yang menandakan bahwa proses titrasi telah mencapai titik akhir, indikator yang dipergunakan dalam analisa vitamin C dengan metode iodimetri adalah larutan amilum. Jika vitamin C yang berikatan dengan iodin habis maka iodin akan berikatan dengan pati dan membentuk warna ungu. Warna ungu tersebut menandakan titik titrasi, semakin banyak ml titrasi yang dikeluarkan makan semakin tinggi pula kandungan vitamin C yang terdapat dalam larutan bahan.
Reaksi yang terjadi antara iodin dengan atom karbon (C) pada vitamin C dapat dilihat di bawah ini :
Pada sampel ulangan pertama dilakukan 3 kali pengulangan titrasi yang menghasilkan ml titrasi secara berurutan sebanyak 2,2 ml, 2,4 ml, 2,5 ml dan pada sampel ulangan kedua secara berurutan sebanyak 1,9 ml, 2,7 ml, 2,9 ml. Sampel ulangan pertama menghasilkan nilai SD sebesar 5,629 dan nilai RSD sebesar 6,45 %. Sedangkan untuk sampel ulangan kedua menghasilkan nilai SD sebesar 18,626 dan RSD sebesar 21,165 %. Hal ini menunjukan bahwa data yang diperoleh memiliki tingkat keakurasian yang buruk. Karena keakurasian dalam suatu analisa dilihat dari nilai SD dan RSD dengan ketentuan % RSD sesuai standar AOAC (2002) adalah sebagai berikut (1) sangat teliti: % RSD <1,  (2) teliti: % RSD 1 (3) sedang: % RSD 2-5, dan (4) tidak teliti: % RSD >5.





BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1       Kesimpulan
·           Prinsip analisa kadar vitamin C dengan metode titrasi iodium adalah reaksi vitamin C dengan iodin membentuk ikatan dengan atom C nomor 2 dan 3 sehingga ikatan rangkapnya hilang dan terbentuk kompleks iodium-amilum berwarna biru gelap.

4.2       Saran
·           Sebelum melakukan analisa kadar vitamin, mahasiswa harus benar-benar memahami prosedur kerja agar diperoleh data pengukuran dengan ketelitian yang tinggi dan mendekati keakuratan.
·           Sebaiknya dalam melakukan titrasi, sebelumnya praktikan telah memastikan kondisi buret seperti mengatur kuat tidaknya keran untuk dibuka atau ditutup, sehingga hasil tidak akan kelebihan. Praktikan juga harus lebih teliti melihat awal dan akhir titrasi.
·           Diharapkan semua praktikan dapat melakukan semua acara dalam praktikum agar praktikan lebih paham.










DAFTAR PUSTAKA
Deman, John M. 1997. Kimia Makanan. Bandung : Penerbit ITB
Helrich, Kenneth. 1990. Official Methods Of Analysis Of Association Of Official Analytical Chemist Volume Two. USA : Association Of Official Analytical
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta : UGM PRESS
Sudarmaji, Slamet dkk. 2007. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian (edisi keempat). Yogyakarta: Liberti
Wijanarko, Simon Bambang. 2002. Analisa Hasil Pertanian. Malang: Universitas Brawijaya

2 komentar:

  1. 10 Alasan mengonsumsi CNI Sun Chlorella:
    1. Mengandung nutrisi lengkap yang diperlukan untuk menjaga kesehatan.
    2. Kandungan antioksidan yang tinggi untuk mencegah penyakit.
    3. Memiliki segala manfaat dan kebaikan sayur-sayuran.
    4. Mengandung protein dan asam nukleat yang merangsang peremajaan sel.
    5. Kandungan klorofilnya yang tinggi.
    6. Membantu pembuangan racun kimia dan logam berat (detoksifikasi).
    7. Memiliki efek anti radang.
    8. Merangsang pertumbuhan bakteri menguntungkan/probiotik.
    9. Meningkatkan system kekebalan tubuh/imunitas.
    10. Membantu penyembuhan luka.
    Informasi dan pemesanan hubungi :
    Tlp : 0331-421044
    Hp Ida : 081238665515
    Alamat kami :
    Jl. PB Sudirman No. 47 RT 1/1, Jember

    BalasHapus
  2. Permisi, izin salin tempel sebagian tulisannya ya untuk tugas kuliah, terimakasih banyak.

    BalasHapus