ANALISA
VITAMIN C
Oleh :
Faruq Fajar Sulthon (121710101117)
Bayu Octavian Prasetya (121710101118)
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Vitamin
adalah suatu senyawa organik yang terdapat di dalam makanan dalam jumlah yang
sedikit, dan dibutuhkan dalam jumlah yang besar untuk fungsi metabolisme yang
normal. Vitamin dapat larut di dalam air dan lemak. Vitamin yang larut dalam
lemak adalah vitamin A, D, E, dan K, dan yang larut dalam air adalah vitamin B
dan C (Dorland, 2006).
Vitamin
C adalah vitamin yang paling tidak stabil dari semua vitamin dan mudah rusak
selama pemrosesan dan penyimpanan. Laju perusakan meningkat karena kerja logam,
terutama tembaga dan besi, dan juga oleh kerja enzim. Pendedahan oksigen,
pemanasan yang terlalu lama dengan adanya oksigen, dan pendedahan terhadap
cahaya semuanya merusak kandungan vitamin C makanan. Enzim yang mengandung
tembaga atau besi dalam gugus prostetiknya merupakan katalis yang efisien untuk
penguraian asam askorbat. Asam
L-askorbat (vitamin C) adalah lakton (ester dalam asam hidroksikarboksilat) dan
diberi ciri oleh gugus enadiol, yang menjadikannya senyawa pereduksi yang kuat (Deman,
1997).
Berbagai
macam analisis dilakukan untuk mengetahui kadar vitamin C. Penelitian dengan
menggunakan metode spektrofotometri dilakukan pada tahun 1966 sampai dengan
tahun 1967. Pada spektrofotometri, sample (vitamin C) diletakkan pada kuvet
yang disinari oleh gelombang yang memiliki panjang gelombang yang mampu diserap
oleh molekul asam askorbat (Helrich, 1990).
Analisis
Vitamin C juga dilakukan dengan metode titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol) yang
dimulai pada tahun 1964 dan berakhir pada tahun 1966. Pada titrasi ini, persiapan
sampel ditambahkan asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga mencegah logam
katalis lain mengoksidasi vitamin C (Helrich, 1990).
Metode
spektrofotometri dan titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol) jarang dilakukan karena
memerlukan biaya yang mahal, titrasi lain yang dapat dilakukan adalah titrasi
Iodium. Metode ini paling banyak digunakan, karena murah, dan tidak memerlukan
peralatan laboratorium yang canggih. Titrasi ini memakai Iodium sebagai
oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum sebagai indikatornya.
Kekurangan dari metode ini yaitu ketidakakuratan nilai yang diperoleh karena
vitamin C dapat dipengaruhi oleh zat lain (Wijanarko, 2002).
Titrasi
Iodium adalah salah satu metode analisis yang dapat digunakan dalam menghitung
kadar Vitamin C. Dimana, suatu larutan vitamin C (asam askorbat) sebagai
reduktor dioksidasi oleh Iodium, sesudah vitamin C dalam sampel habis
teroksidasi, kelebihan Iodium akan segera terdeteksi oleh kelebihan amilum yang
dalam suasana basa berwarna biru muda. Kadar vitamin C dapat diketahui dengan
perhitungan 1ml 0,01 N larutan Iodium = 0,88 mg asam askorbat (Wijanarko ,
2002).
Terdapat
beberapa metode untuk mengetahui kadar vitamin C pada suatu bahan pangan.
Diantaranya adalah metode titrasi dan metode spektrofotometri. Metode titrasi
dapat terdiri dari metode titrasi iodium, Metode Titrasi 2,6 D
(Dichloroindophenol), dan Titrasi Asam-Basa.
a.
Iodium
Metode ini paling banyak
digunakan, karena murah, sederhana, dan tidak memerlukan peralatan laboratorium
yang canggih. titrasi ini memakai Iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi
vitamin C dan memakai amilum sebagai indikatornya (Wijanarko, 2002).
b.
Metode Titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol)
Metode ini menggunakan 2,6 D
dan menghasilkan hasil yang lebih spesifik dari titrasi yodium. Pada titrasi
ini, persiapan sampel ditambahkan asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga
mencegah logam katalis lain mengoksidasi vitamin C. Namun, metode ini jarang
dilakukan karena harga dari larutan 2,6 dan asam metafosfat sangat mahal (Wijanarko,
2002).
c.
Titrasi Asam-Basa
Titrasi Asam Basa merupakan contoh analisis volumetri,
yaitu, suatu cara atau metode, yang menggunakan larutan yang disebut titran dan
dilepaskan dari perangkat gelas yang disebut buret. Bila larutan yang diuji
bersifat basa maka titran harus bersifat asam dan sebaliknya. Untuk
menghitungnya kadar vitamin C dari metode ini adalah dengan mol NaOH = mol asam
Askorbat (Sastrohamidjojo,2005).
Untuk metode spektrofotometri larutan sampel (vitamin
C) diletakkan pada sebuah kuvet yang disinari oleh cahaya UV dengan panjang
gelombang yang sama dengan molekul pada vitamin C yaitu 269 nm. Analisis
menggunakan metode ini memiliki hasil yang akurat. Karena alasan biaya, metode
ini jarang digunakan (Sudarmaji, 2007).
1.2
Tujuan
·
Mengetahui prosedur metode titrasi iodin
·
Mengetahui reaksi yang terjadi dan banyaknya kandungan
vitamin C pada bahan
BAB 2. BAHAN DAN PROSEDUR
ANALISA
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
·
Neraca Analitik
·
Spatula Kaca
·
Beaker Glass
·
Spatula Besi
·
Botol Sentrifuge
·
Stirer
·
Labu Takar 100 ml
·
Biuret
·
Pipet Volum
·
Corong
·
Pisau
·
Sentrifuge
2.1.2 Bahan
·
5 Buah Jeruk
·
Tissue
·
Label
·
Aquades
·
Kertas Saring
·
Iodin
·
Larutan Pati
2.1.3 Pembuatan
Reagen Iodin
Pembuatan larutan standar iodium 0.1 N. Pertama timbang 2,5 g kristal KI
(kalium iodida) kemudian larutkan dalam
25 ml aquades. Selanjutnya timbang 12,7 g kristal I2 (iodin) dan masukkan dalam
larutan KI sedikit demi sedikit hingga semuanya larut (dimasukkan dalam botol
tertutup dan dikocok). Setelah iodin larut pada larutan KI, tera menggunakan
aquadest sampai 1000 ml pada labu ukur. Untuk mendapatkan iodin dengan
konsentrasi 0,01 N dilakukan dengan pengenceran larutan iodin 0,1 N yaitu
dengan mengambil 0,1 ml dari 100ml iodin 0,1 N dan ditera kedalam 100 ml.
2.3 Prosedur Analisa
200-300 gram
sampel
|
Blender hingga terbentuk
bubur
|
Ambil 10-30 gram
|
Stirer 10-15 menit
|
+ 50 ml aquades
|
Disaring pada
labu takar 100 ml
|
Ambil 25 ml
|
+ 2 ml larutan
pati
|
Titrasi dengan
iodium 0,01 N
|
Sentrifus 10 menit
|
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Analisa
Sampel : Jeruk
Ulangan
|
Berat
Botol
|
Berat
Sampel
|
Beaker
+ Sampel
|
Sampel
|
Skala
Awal
|
Skala
Akhir
|
ml
titrasi
|
1
|
71,924
|
19,1
|
91,0249
|
Pengulangan 1
|
3,6
|
5,8
|
2,2
|
Pengulangan 2
|
5,8
|
8,2
|
2,4
|
||||
Pengulangan 3
|
8,2
|
10,7
|
2,5
|
||||
2
|
67,173
|
20,0
|
87,112
|
Pengulangan 1
|
10,7
|
12,6
|
1,9
|
Pengulangan 2
|
12,5
|
15,2
|
2,7
|
||||
Pengulangan 3
|
15,2
|
18,1
|
2,9
|
Ø Perhitungan Kadar Vitamin C
=
Ø Keterangan: N = Normalitas Iodium = 0,01 N
FP
= Faktor Pengali =
= 2
Sampel Ulangan1
Kadar Vitamin C =
=
= 81,089 mg/100 gr
Kadar Vitamin C =
=
= 88,460 mg/100 gr
Kadar Vitamin C =
=
= 92,146 mg/100 gr
Rata-rata =
=
= 87,231
SD =
SD =
=
=
=
= 5,629
RSD =
=
= 6,45%
Sampel Ulangan
2
Kadar Vitamin C =
=
= 66,88 mg/100 gr
Kadar Vitamin C =
=
= 95,04 mg/100 gr
Kadar Vitamin C =
=
= 102,08 mg/100 gr
Rata-rata =
=
= 88
SD =
SD =
=
=
=
= 18,626
RSD =
=
= 21,165%
3.2 Fungsi Perlakuan
Langkah awal dalam persiapan bahan yaitu memeras 5 buah jeruk agar
cairannya keluar untuk memudahkan analisis. Kemudian timbang masing-masing 20
ml pada 2 beaker glass. Fungsi dari penimbangan 2 beaker glass adalah sebagai
pengulangan agar dapat dibandingkan antara sampel pengulangan pertama dengan
pengulangan kedua untuk melihat akurasinya. Tambahkan 50 ml aquades pada
masing-masing beake glass. Tujuan penambahan aquades adalah untuk mengekstrak
Vitamin C pada larutan jeruk. Setelah itu masukkan larutan jeruk dengan aquades
tersebut kedalam botol stirrer kemudian di stirrer selama 10-15 menit. Stirer
bertujuan untuk mengoptimalkan proses ekstraksi dan agar homogen. Setelah itu
di sentrifus 10 menit, sentrifus bertujuan untuk memisahkan partikel yang kecil
dan besar atau padatan sehingga partikel yang besar nantinya akan mengendap dan
partikel yang kecil akan disaring. Selanjutnya dilakukan penyaringan untuk
memisahkan padatan yang masih tertinggal.
Ambil sampel yang sudah disaring pada masing-masing pengulangan sebanyak
25 ml kedalam 3 labu takar. Tambahkan 2
ml larutan pati ke dalam labu takar. Penambahan larutan pati yaitu sebagai
indikator dalam titik akhir titrasi. Langkah terakhir yaitu titrasi dengan
iodin 0,01 N tujuannya agar Vitamin C bereaksi dengan iodin, ketika Vitamin C
yang berikatan dengan iodin habis maka iodin akan berikatan dengan pati dan
membentuk warna ungu. Warna ungu menandakan titik titrasi.
3.3 Pembahasan
Percobaan penetapan kadar vitamin C pada praktikum kali ini dengan
menggunakan sampel buah yang mengandung vitamin C yaitu jeruk yang diperas
airnya. Fungsi larutan standart yodium ialah pereaksi untuk memperlihatkan
jumlah vitamin C yang terdapat dalam sampel menjadi senyawa dehidro askorbat
sehingga akan berwarna biru tua karena pereaksi yang berlebih. Fungsi amylum
ialah untuk meningkatkan kecepatan percobaan (sebagai indikator). Reaksi ini
disebut reaksi IODIMETRI karena terjadi perubahan dari tidak berwarna (bening)
menjadi berwarna biru tua, sedangkan reaksi IODOMETRI adalah kebalikannya.
Jeruk pada umumnya mengandung 50 mg vitamin C dalam 100 gr bahan.
Proses pengujian untuk sample jeruk dilakukan hanya dengan 1 kali
pengenceran yaitu dengan 50 mL aquades, dan dilakukan 6 kali pengujian sehingga
saat praktikum dilakukan 6 kali titrasi. Hal tersebut dilakukan agar apabila
pada pengujian pertama titran yang di hasilkan terlalu banyak atau sedikit
masih ada sampel cadangan untuk memperoleh data pengamatan yang akurat. Setelah
dilakukan proses strirer dan sentrifus selanjutnya sample dipipet sebanyak 25
mL dan dimasukan dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 2 mL amilum/larutan
pati sebagai indikator, setelah itu dititrasi dengan menggunakan Iodium 0,01 N.
Proses titrasi dilakukan sampai larutan dalam erlenmeyer berubah warna
menjadi biru, warna biru yang dihasilkan merupakan iod-amilum yang menandakan
bahwa proses titrasi telah mencapai titik akhir, indikator yang dipergunakan
dalam analisa vitamin C dengan metode iodimetri adalah larutan amilum. Jika
vitamin C yang berikatan dengan iodin habis maka iodin akan berikatan dengan
pati dan membentuk warna ungu. Warna ungu tersebut menandakan titik titrasi,
semakin banyak ml titrasi yang dikeluarkan makan semakin tinggi pula kandungan
vitamin C yang terdapat dalam larutan bahan.
Reaksi yang terjadi antara iodin dengan atom karbon (C) pada vitamin C
dapat dilihat di bawah ini :
Pada sampel ulangan pertama dilakukan 3 kali pengulangan titrasi yang
menghasilkan ml titrasi secara berurutan sebanyak 2,2 ml, 2,4 ml, 2,5 ml dan
pada sampel ulangan kedua secara berurutan sebanyak 1,9 ml, 2,7 ml, 2,9 ml.
Sampel ulangan pertama menghasilkan nilai SD sebesar 5,629 dan nilai RSD sebesar 6,45 %. Sedangkan
untuk sampel ulangan kedua menghasilkan nilai SD sebesar 18,626 dan RSD sebesar
21,165 %. Hal ini menunjukan bahwa data yang diperoleh memiliki tingkat
keakurasian yang buruk. Karena keakurasian dalam suatu analisa dilihat dari
nilai SD dan RSD dengan ketentuan % RSD sesuai standar AOAC (2002) adalah
sebagai berikut (1) sangat teliti: % RSD <1,
(2) teliti: % RSD 1 (3) sedang: % RSD 2-5, dan (4) tidak teliti: % RSD
>5.
BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
·
Prinsip analisa kadar vitamin C dengan metode titrasi iodium
adalah reaksi vitamin C dengan iodin membentuk ikatan dengan atom C nomor 2 dan
3 sehingga ikatan rangkapnya hilang dan terbentuk kompleks iodium-amilum
berwarna biru gelap.
4.2 Saran
·
Sebelum melakukan analisa kadar vitamin, mahasiswa harus
benar-benar memahami prosedur kerja agar diperoleh data pengukuran dengan
ketelitian yang tinggi dan mendekati keakuratan.
·
Sebaiknya dalam melakukan titrasi, sebelumnya praktikan telah
memastikan kondisi buret seperti mengatur kuat tidaknya keran untuk dibuka atau
ditutup, sehingga hasil tidak akan kelebihan. Praktikan juga harus lebih teliti
melihat awal dan akhir titrasi.
·
Diharapkan semua praktikan dapat melakukan semua acara dalam
praktikum agar praktikan lebih paham.
DAFTAR PUSTAKA
Deman, John M. 1997. Kimia Makanan. Bandung : Penerbit ITB
Helrich, Kenneth. 1990. Official Methods Of Analysis Of Association Of
Official Analytical Chemist Volume Two. USA : Association Of Official Analytical
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta : UGM PRESS
Sudarmaji, Slamet dkk. 2007. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan
Pertanian (edisi keempat). Yogyakarta: Liberti
Wijanarko, Simon Bambang. 2002. Analisa Hasil Pertanian. Malang: Universitas
Brawijaya
10 Alasan mengonsumsi CNI Sun Chlorella:
BalasHapus1. Mengandung nutrisi lengkap yang diperlukan untuk menjaga kesehatan.
2. Kandungan antioksidan yang tinggi untuk mencegah penyakit.
3. Memiliki segala manfaat dan kebaikan sayur-sayuran.
4. Mengandung protein dan asam nukleat yang merangsang peremajaan sel.
5. Kandungan klorofilnya yang tinggi.
6. Membantu pembuangan racun kimia dan logam berat (detoksifikasi).
7. Memiliki efek anti radang.
8. Merangsang pertumbuhan bakteri menguntungkan/probiotik.
9. Meningkatkan system kekebalan tubuh/imunitas.
10. Membantu penyembuhan luka.
Informasi dan pemesanan hubungi :
Tlp : 0331-421044
Hp Ida : 081238665515
Alamat kami :
Jl. PB Sudirman No. 47 RT 1/1, Jember
Permisi, izin salin tempel sebagian tulisannya ya untuk tugas kuliah, terimakasih banyak.
BalasHapus